JURNAL PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KONSENTRASI KRITIS MISEL


JURNAL PRAKTIKUM TERMODINAMIKA
KONSENTRASI KRITIS MISEL








Oleh
Nama               :Landep Ayuningtias
NIM                 : 151810301065
Kelompok        :6
Asisten             : Agus Wedi Pratama









LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2016




BAB 1. PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang
Misel adalah molekul-molekul surfaktan yang mulai berasosiasi dengan penambahan surfaktan berikutnya sehingga terjadi kejenuhan pada antarmuka oleh surfaktan dan adsorbsi surfaktan-surfaktan ke permukaan tidak terjadi lagi. Surfaktan berasal dari kata surface active agent, yang merupakan senyawa kimia yang dapat mengaktifkan permukaan suatu zat lain yang sebelumnya tidak dapat berinteraksi dengan zat lain. Surfaktan memiliki karakter yang unik karena dapat berinteraksi dengan senyawa yang polar dan juga non polar. Kutub polar dari surfaktan ini dapat berinteraksi dengan air sehingga bersifat hidrofil. Secara struktur kata hidrofil berasal dari gabungan kata hidro yang berarti air dan fil yang berarti suka, jadi hidrofil berarti suka air. Selain bersifat polar, surfaktan pun dapat bersifat non polar karena memiliki rantai karbon yang memiliki karakter non polar. Proses pembentukan misel disebut sebagai miselisasi.
Fenomena umum yang sering dijumpai dari sifat surfaktan yaitu fenomena detergen. Ketika detergen dapat membersihkan bahan seperti minyak, lemak, atau kotoran yang tidak bisa dibersihkan dengan air saja. Detergen dapat membantu membersihkan suatu benda yang kotor dengan menurunkan teganngan permukaan air. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air.
Beberapa sifat fisik yang dapat terjadi pada misel seperti tekanan osmosis, turbiditas, daya hantar listrik dan tegangan muka. Percobaan kali ini akan menguji konduktivitas larutan gelatin sebagai surfaktan  yang dilakukan pada variasi konsentasi pada berbagai temperatur.

1.2.Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah menentukan konsentrasi kritis misel pada pelarut air dan menentukan harga entalpinya.




BAB 2. LANDASAN TEORI


2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1 Akuades
Akuades memiliki rumus moleku H2O. Akuades didapatkan memalui proses penyulingan sehingga tidak mengandung mineral. Akuades berfase cair, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Akuades memiliki titik didih 100 pada tekanan 1 atm dan kerapatannya 0,99 g/cm3. Bahan ini tergolong bahan yang stabil sehingga tidak memerlukan penyimpanan khusus. Akuades tidak menyebabkan korosi pada mata, kulit, dan tidak berbahaya apabila terhirup maupun tertelan. Tindakan pertolongan pertama yang perlu dilakukan apabila terjadi tumpahan kecil maupun besar yaitu, dengan mengepel tumpahan dengan lap kering yang mudah menyerap (Anonim, 2016).
2.1.2 Kalium Klorida
            Kalium klorida memiliki rumus molekul KCl. Kalium klorida memiliki bentuk padat, tidak berbau, berasa kuat, dan berwarna putih. Bahan ini memiliki titik didih 1420, titik leburnya 770, berat jenisnya 1,987 g/cm3, dan berat molekulnya 74,55 g/mol. Bahan ini larut dalam air dingin, air panas, dan sedikit larut dalam metanol, n-oktanol. Bahan ini reaktif dengan oksidator dan asam. Bahan ini berbahaya apabila terkena mata, kulit, tertelan, dan terhirup. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan apabila terkena mata yaitu dibasuh dengan air mengalir minimal selama 15 menit (Anonim, 2016).
2.1.3 Gelatin
            Gelatin memiliki bentuk padat berupa bubuk, sangat ringan dan bubuknya berwarna jerami, tidak berbau, dan tidak berasa. Gelatin memiliki titik didih 100 (212 dan memiliki berat jenis 1,2 g/cm3. Bahan ini mudah larut dalam air panas dan tidak larut dalam air dingin. Bahan ini tidak korosif terhadap kaca. Bahan ini dapat bereaksi dengan tannin dan formaldehida. Bahan ini sedikit berbahaya dalam kasus kontak kulit, menelan, dan inhalasi. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan apabila terkena kulit yaitu segera dicuci dengan sabun dan air (Anonim, 2016).


2.2 Landasan Teori
Misel merupakan koloid sabun asam organik yang molekulnya mempunyai ujung hidrofobik (tidak larut dalam air) dan ujung hidrofilik (larut dalam air). Kehadiran misel mungkin akan meningkatkan kelarutan hidrokarbon dalam air dengan bertindak sebagai penghubung antara radikal OH pada ujung hidrofilik dan molekul hidrLokarbon pada ujung hidrofobik.  Prinsip mengenai sabun digunakan untuk meningkatkan hidrokarbon. Misel biasanya berbentuk globular dan secara garis besar berbentuk speris, akan tetapi dapat pula berbentuk elipsoida, silinder, dan bilayer. Bentuk dan ukuran misel merupakan fungsi dari geometri molekular dari molekul surfaktan tersebut dan kondisi larutan seperti konsentrasi surfaktan, temperatur, pH, dan kekuatan ionik. Proses pembentukan misel disebut sebagai miselisasi (Selley, 1985).
Fenomena terbentuknya misel dapat diterangkan, yaitu  dibawah konsentrasi kritis misel, konsentrasi surfaktan (sabun) yang mengalami adsorpsi pada antar muka bertambah jika konsentrasi surfaktan total dinaikkan. Akhirnya tercapailah suatu titik dimana baik antar muka maupun dalam cairan menjadi jenuh dengan monomer keadaan inilah yang disebut kkm, jika sulfaktan terus bertambah lagi hingga berlebihan, maka mereka akan beragregasi terus membentuk misel. Miselisasi 1 mol zat dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini, dengan  adalah perubahan energi standar dan k adalah konstanta kesetimbangan:
(2.2.1)
(2.2.2)
Pada kkm x=0 dan , sehingga:
(2.2.3)
(2.2.4)
Dengan mengintegralkan persamaan 2.2.4 diperoleh persamaan 2.2.5:
(2.2.5)
penentuan entalpinya didapat dengan cara membuat grafik ln (kkm) lawan 1/T, sehingga diperoleh harga  sebagai kemiringannya (Tim Penyusun, 2016).
            Surfaktan atau surface active agent merupakan senyawa organik yang berperan sebagai bahan pengaktif zat lain yang sebelumnya tidak dapat berinteraksi. Surfaktan dapat dijumpai pada produk detergen, sabun, dan sampo. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air. Adapun surfaktan dikelompokkan menjadi empat, yaitu surfaktan ionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik, dan surfaktan amfoterik. Selain digunakan sebagai sabun, surfaktan juga digunakan dalam industri tekstil dan pertambangan, baik sebagai lubrikan, emulsi, maupun flokulan (Effendi, 2003).
Surfaktan memiliki dua ujung yang saling berbeda interaksinya dengan air. Ujung satu yang biasa disebut kepala bersifat suka air dan ujung lain yang disebut biasa ekor bersifat tidak suka air. Molekul surfaktan secara umum mempunyai ekor yang berupa rantai hidrokarbon panjang yang larut dalam hidrokarbon dan pelarut non polar yang lain, sedangkan kepala hidrofilik yang larut dalam pelarut polar. Sehingga pada molekul surfaktan setidaknya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofobik dan satu gugus hidrofilik. (Atkins, 1997).
Sejumlah konsentrasi surfaktan yang terlarut dalam air, akan membentuk monomer dan terkonsentrasi pada permukaan air membentuk lapisan tunggal (monolayer),dimana grup kepala (headgroup) yang bersifat hidrofilik (suka air) akan berorientasi kebawah permukaan air, sedangkan ekor hidrokarbon (hydrocarbon tails) yang bersifat hidrofobik (anti air) akan menjauh dari permukaan air. Pada konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi akan terbentuk agregasi atau asosiasi dari surfaktan berupa sperikal dikenal dengan misel (Amran, 2008).
Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi, tetapi ketika surfaktan dilarutkan ke  dalam air maka tegangan permukaan dari larutan itu akan turun sampai tercapainya suatu konsentrasi. Konsentrasi dimana tegangan permukaan turun disebut konsentrasi misel kritis. Konsentrasi misel kritis ini dapat ditentukan dari ketika sejumlah kecil dari surfaktan ditambahkan ke dalam air, ion-ion surfaktan atau molekul pada surfaktan nonionik terkonsentrat pada permukaan tipis dari cairan. Suatu permukaan cairan, ion-ion surfaktan terorientasi pada gugus hidrofil ke dalam air dan gugus hidrofob (menjauhi air). Secara bersamaan, jika surfaktan dapat dilarutkan dalam minyak maka gugus hidrofob akan ikut dengan minyak dan gugus hidrofil (menjauhi minyak). Pada konsentrasi misel kritis, larutan menjadi jenuh dalam keadaan normal, tetapi pada kebanyakan surfaktan, apabila dilarutkan pada cairan maka akan membentuk misel. Misel ini adalah kumpulan ionion surfaktan atau molekul surfaktan yang berkumpul menjadi satu bentuk, dengan gugus hidrofil di luar dan terikat pada air sedangkan gugus hidrofob berada di dalam untuk membentuk globulan-globulan minyak. Zat terlarut pada cairan dapat menaikkan atau menurunkan tegangan permukaan bergantung sifat zat terlarutnya. Penurunan tegangan permukaan oleh sabun menyebabkan perluasan film air dengan pembentukan gelembung atau busa (Yazid,E.,2005).
Larutan dari bahan yang memiliki permukaan aktif tinggi, menunjukkan kenampakan sifat-sifat fisik yang tidak umum.  Surfaktan dalam larutan encer bersifat sebagai zat terlarut normal, namun untuk larutan dengan konsentrasi yang tinggi atau larutan pekat , maka akan terjadi perubahan mendadak pada beberapa sifat fisik seperti: tekanan osmosis, turbiditas, daya hantar listrik dan tegangan muka. (Atkins, 1997).
Konduktometer adalah alat yang digunakan untuk menentukan daya hantar suatu larutan dan mengukur derajat ionisasi suatu larutan elektrolit dalam air dengan cara menetapkan hambatan suatu kolom cairan. Selain itu konduktometer memiliki kegunaan yang lain yaitu mengukur daya hantar listrik yang diakibatkan oleh gerakan partikel di dalam sebuah larutan. Prinsip kerja konduktometer adalah  bagian konduktor atau yang di celupkan dalam larutan akan menerima rangsang dari  suatu ion-ion yang menyentuh permukaan konduktor, lalu hasilnya akan diproses dan dilanjutkan pada outputnya yakni berupa angka. Semakin  banyak konsentrasi suatu misel dalam larutan maka semakin besar nilai daya hantarnya karena semakin banyak ion-ion dari larutan yang menyentuh konduktor.  Semakin tinggi suhu suatu larutan maka semakin besar nilai daya hantarnya, hal ini disebabkan saat suatu partikel berada pada lingkungan yang memiliki temperatur yang tinggi maka pertikel dalam larutan tersebut secara tidak lansung akan mendapat tambahan energi dari luar dan energi kinetik yang dimiliki suatu partikel semakin besar, sehingga menyebabkan semakin sering suatu konduktor menerima sentuhan dari ion-ion larutan (Tim Penyusun, 2013).


           




BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN


3.1. Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
-               Labu ukur 100 mL
-               Gelas ukur 25 mL
-               Termometer
-               Pipet volume 10 mL
-               Pipet tetes
-               Kaki tiga
-               Pembakar spritus
-               Beaker gelas 100 mL
-               Beaker gelas 250 mL
-               Corong gelas
-               Ball pipet
-               Batang pengaduk
-               Konduktometer
-               Botol semprot
-               Korek api
3.1.2 Bahan
-               Gelatin
-               KCl
-               Akuades


3.2 Skema Kerja
3.2.1  Membuat Larutan Gelatin dengan konsentrasi 1,0%, 0,75%, 0,50%, dan 0,25%

Gelatin
 
           

-     ditimbang 1 gram sebanyak dua kali dan masing-masing  dilarutkan ke dalam beaker gelas  dengan sedikit demi sedikit akuades hingga terlarut sempurna
-     diencerkan pada labu ukur 100 mL sampai tanda batas untuk masing-masing sampel 1 dan 2 dan didapatkan larutan dengan konsentrasi 1,0%
-     diambil sebanyak 75 mL pada sampel 1 dan diencerkan ke dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas kemudian didapatkan larutan dengan konsentrasi 0,75%
-     diambil sebanyak 25 mL pada sampel 1 dan diencerkan ke dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas batas kemudian didapatkan larutan dengan konsentrasi 0,25%
-     diambil sebanyak 50 mL pada sampel 2 dan diencerkan ke dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas batas kemudian didapatkan larutan dengan konsentrasi 0,50%
 

Hasil
 
 
























-     diambil masing- masing dengan konsentrasi 1,0%, 0,75%, 0,50%,  dan 0,25% sebanyak 30 mL
-     diukur daya hantarnya menggunakan alat konduktometer pada temperatur kamar (dicek suhunya pada saat pengukuran)
-     dicatat hasilnya pada lembar pengamatan
-     diulangi langkah 1-3 pada masing-masing dengan temperatur 25, 30, 35, 40, 45, dan 50
 

Hasil
 

Larutan Gelatin
 
3.2.1 Mengukur Konduktivitas Larutan

           









BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Pengamatan
Konsentrasi
Konduktivitas (mS/cm)
25
30
35
40
45
50
0,25%
0,05
0,06
0,07
0,08
0,10
0,12
0,50%
0,22
0,24
0,26
0,29
0,31
0,34
0,75%
0,28
0,30
0,32
0,35
0,38
0,43
1,0%
0,43
0,46
0,50
0,53
0,59
0,66

4.1.2 Hasil Pengolahan Data
1/T (K)
In kkm
kkm
DH (J/K.mol)
0,00336
0,480
1,62
6029
0,00330
0,504
1,66
0,00325
0,540
1,72
0,00319
0,564
1,76
0,00314
0,616
1,85
0,00309
0,684
1,98

4.2 Pembahasan
            Percobaan kelima membahas mengenai konsentrasi kritis misel. Misel adalah molekul-molekul surfaktan yang mulai berasosiasi dengan penambahan surfaktan berikutnya sehingga terjadi kejenuhan pada antarmuka oleh surfaktan dan adsorbsi surfaktan-surfaktan ke permukaan tidak terjadi lagi. Konsentrasi kritis misel (kkm) adalah konsentrasi dimana misel mulai terbentuk.  Alat bantu yang digunakan dalam percobaan ini yaitu konduktometer. Konduktometer adalah alat yang digunakan untuk menentukan daya hantar suatu larutan dan mengukur derajat ionisasi suatu larutan elektrolit dalam air dengan cara menetapkan hambatan suatu kolom cairan. Konduktometer tersusun atas beberapa komponen yaitu input berupa konduktor dan bagian output yang menampilkan data yang diperoleh dari input berupa angka. Prinsip kerja konduktometer adalah  bagian konduktor  yang di celupkan dalam larutan akan menerima rangsang dari  suatu ion-ion yang menyentuh permukaan konduktor.  Hasilnya diproses dan dilanjutkan pada outputnya berupa tampilan angka yang tertera pada layar kaca Konduktometer. Adapun bahan yang di gunakan dalam percobaan ini adalah Gelatin. Gelatin dipilih karena gelatin termasuk dalam surfaktan yang merupakan zat aktif permukaan yang mengandung gugus hidrofobik sebagai ekor  dan gugus hidrofilik sebagai kepala. Gelatin  akan mengalami misel apabila penggabungan ion dalam gelatin menjadi satu dimana senyawa-senyawa ion bergerak dan gerak tersebut memiliki energi kinetik yang besar. Fenomena terbentuknya misel dapat dijelaskan dibawah konsentrasi kritis misel, konsentrasi surfaktan yang mengalami adsorpsi pada antar permukaan bertambah jika konsentrasi surfaktan total dinaikkan. Akhirnya tercapailah suatu titik dimana baik antar muka maupun dalam cairan menjadi jenuh dengan monomer. Keadaan inilah yang disebut dengan Konsentrasi Kritis Misel. Apabila surfaktan terus ditambah lagi hingga berlebihan, maka mereka akan beragregasi terus membentuk misel.  
Percobaan ini dilakukan menggunakan larutan gelatin dengan konsentrasi 1,0%, 0,75%, 0,50%,  dan 0,25%. Masing-masing larutan diambil secukupnya (30 mL) sehingga konduktor pada konduktometer tercelup sempurna. Sebelum larutan gelatin diukur konduktivitasnya, konduktometer dikalibrasi menggunakan larutan KCl 1,0 M.  Setiap larutan diukur pada variasi suhu 25, 30, 35, 40, 45, dan 50. Pengukuran larutan pada suhu 25 dilakukan pada suhu kamar, sedangkan pengukuran larutan pada suhu 30, 35, 40, 45, dan 50 dilakukan pemanasan. Pemanasan dimulai pada suhu tertinggi, yaitu 50 sehingga untuk mengukur pada suhu berikutnya cukup dengan menunggu penurunan suhunya pada suhu ruang. Termometer diletakkan pada larutan selama pengukuran berlangsung. Hal tersebut bertujuan agar skala termometer tidak berubah-ubah karena gesekan mekanis dengan benda lain maupun pengaruh temperatur yang berada di luar sistem.
            Percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi kritis misel dengan pelarut air dan menentukan harga entalpinya. Nilai kkm dapat ditententukan dengan membuat grafik konduktivitas vs konsentrasi pada masing-masing suhu 25, 30, 35, 40, 45, dan 50. Adapun nilai konduktivitas yang dihasilkan pada suhu 25, 30, 35, 40, 45, dan 50, pada larutan gelatin dengan konsentrasi 0,25% yaitu 0,05 mS/cm; 0,06 mS/cm;0,07 mS/cm; 0,08 mS/cm; 0,10 mS/cm; 0,12 mS/cm.  Nilai konduktivitas yang dihasilkan pada suhu 25, 30, 35, 40, 45, dan 50, pada larutan gelatin dengan kosentrasi 0,50% yaitu 0,22 mS/cm; 0,24 mS/cm; 0,26 mS/cm; 0,29 mS/cm; 0,31 mS/cm; 0,34 mS/cm. Nilai konduktivitas yang dihasilkan pada suhu 25, 30, 35, 40, 45, dan 50, pada larutan gelatin dengan konsentrasi 0,75% yaitu 0,28 mS/cm; 0,30 mS/cm; 0,32 mS/cm; 0,35 mS/cm; 0,38 mS/cm;  0,43 mS/cm. Nilai konduktivitas yang dihasilkan pada suhu 25, 30, 35, 40, 45, dan 50, pada larutan gelatin dengan konsentrasi 1,0% yaitu 0,43 mS/cm; 0,46 mS/cm; 0,50 mS/cm; 0,53 mS/cm; 0,59 mS/cm; 0,60 mS/cm. Berdasarkan hasil tersebut, dapat terlihat bahwa peningkatan konsentrasi memperbesar nilai konduktivitas pada larutan gelatin. Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak ion-ion dalam larutan berinteraksi dan dideteksi oleh konduktometer. Peningkatan suhu juga membuat nilai konduktivitas larutan gelatin  semakin tinggi. Fenomena ini disebabkan saat partikel berada pada lingkungan yang memiliki temperatur tinggi, pertikel dalam larutan tersebut gerakannya semakin cepat dan energi kinetik yang dimiliki suatu partikel semakin tinggi, sehingga menyebabkan semakin sering suatu konduktor menerima sentuhan dari ion-ion larutan. Adapun grafik konduktivitas vs konsentrasi adalah sebagai berikut:
Gambar  4.1 Grafik konduktivitas vs konsentrasi

            Fungsi yang dihasilkan dari grafik konduktivitas vs konsentrasi berupa persamaan linear, y = mx + c dan didapatkan kemiringannya sebagai ln kkm. Berdasarkan ln kkm yang diperoleh dari nilai kemiringannya tersebut, dapat dihitung nilai kkm dengan cara mengeksponensialkan ln kkm masing-masing grafik pada suhu 25, 30, 35, 40, 45, dan 50. Sehingga didapatkan nilai kkm pada suhu 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 yaitu sebesar 1,62; 1,66; 1,72; 1,76; 1,85; dan 1,98.
            Adapun nilai entalpi kkm dapat ditentukan dengan membuat grafik ln kkm vs 1/T.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Soal Kimia ON MIPA PT 2011-2019

PENENTUAN KADAR PROTEIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI DAN KJELDAHL

LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GAS