PENENTUAN KADAR PROTEIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI DAN KJELDAHL


LAPORAN PRAKTIKUM 
BIOMOLEKUL

PENENTUAN KADAR PROTEIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI DAN KJELDAHL




Nama                  : Landep Ayuningtias
NIM                   : 151810301065
Kelompok          : 9
Kelas                  : A






LABORATORIUM KIMIA BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Protein adalah makromolekul yang paling berlimpah di dalam sel hidup dan merupakan 50% atau lebih berat kering sel. Protein ditemukan dalam semua sel dan semua bagian sel. Protein memegang peranan penting dalam makhluk hidup, perannya yaitu dalam struktur, fungsi dan reproduksi makhluk hidup. Protein  merupakan salah satu bahan makanan yang sangat penting. Protein terdiri atas  rantai-rantai asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Beberapa asam amino disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan cobalt (Almatsier, 1989). Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein.
Kadar protein yang terkandung dalam setiap bahan berbeda-beda. Oleh sebab itu, pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan.  Sehingga pada percobaan kali ini akan dilakukan penentuan kadar protein pada beberapa sampel yang berbeda. Sampel yang digunakan antara lain susu, yogurt, tempe, kedelai dan telur ayam. Penentuan kadar protein pada percobaan ini dilakukan menggunakan spektrofotometri dan metode kjeldahl.
Penetapan protein dengan metode spektrofotometri disebut sebagai metode Lowry. Percobaan ini didasarkan pada pengukuran serapan cahaya oleh asam amino dalam analit akibat berinteraksi dengan cahaya elektromagnetik. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh berdasarkan scanning larutan blanko. Penentuan konsentrasi protein pada masing-masing sampel menggunakan data absorbansi sampel yang diinterpolasikan pada variabel y persamaan garis lurus dari kurva kalibrasi sehingga didapatkan nilai variabel x sebagai konsentrasi.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino dalam suatu sampel yang mengandung protein. Prinsip penentuan kadar protein dengan metode kjeldahl didasarkan pada penentapan kadar N total dalam sampel. Protein dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.

1.2  Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.    Mempelajari dan memahami penetapan kadar N pada bahan menggunakan metode spektrofotometri
2.    Mempelajari dan memahami penetapan kadar N pada variasi bahan menggunakan metode kjeldahl
3.    Membandingkan hasil pnetapan kadar N menggunakan metode spektrofotometri dan metode kjeldahl

1.3  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana kadar N yang terkandung pada masing-masing bahan berdasarkan pengukuran menggunakan spektrofotometri?
2.    Bagaimana kadar N yang terkandung pada masing-masing bahan berdasarkan pengukuran menggunakan metode kjeldahl?
3.    Bagaimanakah kadar N yang didapatkan menggunakan kedua metode pada jenis bahan yang sama?


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas  rantai-rantai asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen; beberapa asam amino disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium, dan cobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein. Molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya (Almatsier, 1989).
1.    Struktur Protein
Molekul protein merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam-asam amino. Molekul protein, asam-asam amino saling dirangkaikan melalui reaksi gugusan karboksil asam amino yang satu dengan gugusan amino dari asam amino yang lain, sehingga terjadi ikatan yang disebut ikatan peptida. Bila tiga molekul asam amino berikatan, disebut tripeptida dan bila lebih banyak lagi disebut polipeptida. Polipeptida yang hanya terdiri dari sejumlah beberapa molekul  asam amino disebut oligopeptida. Molekul protein adalah suatu polipeptida, dimana sejumlah besar asam-asam aminonya saling dipertautkan dengan ikatan peptida tersebut (Gaman, 1992). Berdasarkan strukturnya, protein dibentuk oleh:
a.             Struktur primer, dibentuk oleh ikatan peptida antar asam amino. Struktur ini mengacu pada jumlah, jenis, serta urutan asam amino yang membentuk rantai polipeptida.
b.            Struktur sekunder, dibentuk oleh ikatan hidrogen intramolekular yang terjadi di antara oksigen karbonil dan nitrogen amida pada perangkat peptida.
(a)

Gambar 2.1 Struktur skunder protein; (a) α helix; (b) β sheet
(Sumber: Brown, 2002)
c.             Struktur tersier, merupakan rangkaian molekular yang menggambarkan bentuk keseluruhan dari protein.
d.            Struktur kuartener dibentuk oleh beberapa polipeptida yang berikatan satu sama lain tidak secara kovalen (Bintang, 2010).
Gambar 2.2 Struktur kuartener  protein
(Sumber: Bintang, 2002)
2.    Fungsi Protein
            Berdasarkan fungsi biologinya, protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim (dehidrogenase, kinase), protein penyimpanan (feritin, mioglobin), protein pengatur (protein pengikat DNA, hormon peptida), protein struktural (kolagen, proteoglikan), protein pelindung (faktor pembekuan darah, imunoglobulin), protein pengangkut (hemoglobin, lipoprotein plasma), dan protein kontraktil (aktin, tubulin) (Murray, 2003). Protein yang mempunyai fungsi sebagai media perambatan impuls saraf ini biasanya berbentuk reseptor; misalnya rodopsin, suatu protein yang bertindak sebagai reseptor penerima warna (Winarno, 1997).
Kandungan protein dapat dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara protein terhadap nitrogen untuk produk tertentu yang dianalisis. Unsur nitrogen bukan hanya berasal dari protein sehingga metode ini umumnya didasarkan pada asumsi bahwa kadar nitrogen di dalam protein sekitar 16%. Faktor konversi sebesar 100/16 atau 6,25 dapat digunakan untuk mengubah dari kadar nitrogen ke dalam kadar protein (Andarwulan, 2011).
Tabel 2.1 Faktor Konversi untuk Mengkonversi Persen Nitrogen Menjadi Protein
Jenis
Kadar Protein
Faktor konversi

Campuran
16,00
6,25
Daging
16,00
6,25
Maizena
16,00
6,25
Roti, gandum,
makaroni, bakmi
16,00
6,25
Susu dan produk susu
1566
6,38
Tepung
17,54
5,70
Telur
14,97
6,68
Gelatin
18,02
5,55
Kedelai
17,51
5,71
Beras
16,81
5,95
Kacang tanah
18,32
5,46
            Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005)
3.    Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.  Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri. Spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm) dan menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah (sinar tampak, UV, IR). Monokromator pada spektrofotometer menggunakan kisi atau prisma yang daya resolusinya lebih baik sedangkan detektornya menggunakan tabung penggandaan foton atau fototube (Yoky, 2009).
Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur Intensitas, monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda (Day dan Underwood, 1990).
4.     Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel. Metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi (Arsih, 2014).
Gambar 2.3. Skema Metode Kjeldahl
(Sumber: Asih, 2014)
a.       Tahap Penghancuran
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+ ) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan (Sudarmaji, 1989).
N(makanan) ® (NH4)2SO4
b.      Netralisasi
Setelah proses destruksi selesai, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima (recieving flask) melalui sebuah tabung.  Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia:
(NH4)2SO4 + 2 NaOH ® 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat (Arsih, 2014).
NH3 + H3BO3 ® NH4+ + H2BO3
c.    Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+ ® H3BO3
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan. Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl x M untuk titrasi, dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang sesuai :
(1)
% Protein = F x %N
(2)
(Sudarmaji, 1989).



BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
-     Tabung reaksi
-     Rak tabung reaksi
-     Pipet tetes
-     Kuvet
-     Spektrofotometer
-     Gelas beaker
-     Labu ukur 10 mL
-     Sentrifugat
-     Botol semprot
-     Water bath
-     Pipet volume
-     Ball pipet
-     Neraca analitik
-     Labu kjeldahl
-     Pemanas listrik
-     Set alat distilasi
-     Pipet tetes
-     Buret
-     Statif
-     Erlenmeyer
-     Labu ukur
-     Botol semprot
-     Pipet mohr
-     Labu kjeldahl
3.1.2 Bahan
-     Susu
-     Yogurt
-     Tempe
-     Kedelai
-     Telur ayam
-     Akuades
-     ninhidrin
-     HCl 0,1 N
-     Asam sulfat (H2SO4)
-     Natrium sulfat (Na2SO4)
-     Tembaga sulfat (CuSO4)
-     Indikator bromkresol green
-     Akuades
-     NaOH
-     Asam borat


2.1    Diagram Alir
3.2.1 Metode Spektrofotometri
Bahan (2 mL)
4 tabung reaksi
Campuran dua fase
Supernatan
+2 mL HCl 2M
-dihomogenkan
-diinkubasi 85
-disentrifugasi 5 menit
Supernatan
Supernatan
-ditambah 1 mL ninhidrin
-spektrofotometer UV-Vis
Data Absorbansi
           






3.2.2 Metode Kjeldahl
3 g Susu
Campuran homogen
+H2SO4 (7 mL)
+ CuSO4+ Na2SO4 (2 g)
Campuran heterogen
Cairan bening
Dipanaskan
Asam borat dan metilen blue
Cairan bening
Larutan homogen
+ Akuades dan NaOH
Didestilasi 
Larutan berwarna hijau
Dititrasi dengan HCl
Larutan berwarna ungu

 

3.3 Skema Kerja
3.3.1 Metode Kjeldahl
Susu
-diambil 3 gram yang telah ditumbuk halus
-dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
-ditambahkan 7 mL H2SO4
-ditambahkan 2 gram Na2SO4 anhidrat dan CuSO4 dan kemudian dikocok
-dipanaskan pada pemanas listrik dalam lemari asam dengan api kecil dan ketika asap sudah hilang, api dibesarkan seta diakhiri setelah cairan menjadi tidak berwarna
-ditambahkan 10 mL akuades, dan 25 mL larutan NaOH 45% pada labu kjeldahl sampai larutan bersifat basa
-dipasang labu kjeldahl sampai amonia menguap
-ditampung distilat pada erlenmeyer yang berisi 15 mL asam borat 0,1 N dan telah ditetesi dengan indikator metilen biru
-didistilasi sampai volume distilat mencapai 40 mL
-dititrasi distilat dengan larutan basa standar HCl 0,1 N
Hasil

 

3.3.2 Metode Spektrometri
Susu
-diambil 2 mL dan dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi
-ditambahkan 1 mL HCl
-dimasukkan dalam water bath selama 10 dan 20 menit
-diangkat dan disentrifugasi selama 5 menit
-diambil supernatan dan ditambahkan ninhidrin
-disentrifugasi kembali unruk memperoleh larutan yang lebih jernih
-diukur masing-masing absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
-ditentukan konsentrasi asam amino dalam sampel
Hasil

 




BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Kadar Protein Metode Spektrometri
Sampel
Kadar Protein pada Sampel
10 menit dengan ninhidrin (ppm)
10 menit (ppm)
20 menit dengan ninhidrin (ppm)
20 menit (ppm)
Susu
Yogurt
0
0,021
0,04
Kedelai
Tempe
Telur
0,0394
1,0823
0,0671

4.1.2 Kadar Protein Metode Kjeldahl
Kadar Protein (%)
Susu
Yogurt
Kedelai
Tempe
Telur
1,34
1,27
2,04
1,49
19,87

4.2 Pembahasan
            Percobaan kali ini membahas mengenai penetapan kadar protein pada beberapa sampel. Sampel yang digunakan terdiri dari susu, yogurt, kedelai, tempe dan putih telur ayam. Berdasarkan sumbernya, protein dibagi menjadi dua, yaitu protein nabatidan protein hewani. Protein nabati berasal dari tumbuhan sedangkan protein hewani berasal dari hewan. Protein hewani mengandung profil asam amino yang lengkap termasuk asam amino esensial yang mutlak dibutuhkan untuk perkembangan tubuh (Noor, 2011). Metode yang digunakan dalam penetapan kadar protein pada percobaan adalah menggunakan metode Lowry dan metode kjeldahl.
Metode Lowry merupakan sebutan lain terhadap pengukuran langsung  kadar protein menggunakan metode spektrofotoetri. Pengukuran kadar protein menggunakan  metode spektrofotometri didasarkan pada interaksi senyawa dalam sampel dengan cahaya monokromatis. Senyawa yang dilewati oleh cahaya elektromagnetik akan mengalami transisi elektronik yang menyerap energi yang akan menyerap energi pada panjang gelombang spesifik. Serapan panjang gelombang yang diserap dinyatakan sebagai data absorbansi. Berdasarkan data absorbansi masing-masing sampel tersebut maka dapat ditentukan konsentrasi protein dalam sampel. Sampel yang diuji diberi dua perlakuan. Perlakuan pertama yaitu 2 sampel dengan pemanasan 10 menit dan 2 sampel lain dengan pemanasan 20 menit. Perlakuan kedua yaitu, salah satu dari masing-masing sampel dengan pemanasan 10 dan 20 menit ditambahkan dengan ninhidrin.
            Kegiatan pertama yaitu penentuan kadar protein pada sampel susu, yogurt, kedelai, tempe dan telur menggunakan metode spektrometri. Susu yang digunakan adalah susu cair kotak sebanyak 2 ml, masing-masing dimasukkan pada 4 buah tabung reaksi.
Gambar 4.1 Sampel
Setiap tabung reaksi ditambahkan 2 mL HCl 2 M. Hasilnya adalah terbentuk suspensi seperti padatan halus pada susu.
Gambar 4.2 Setelah penambahan HCl
Penambahan HCl bertujuan untuk mendektruksi ikatan peptida pada protein dalam sampel. Sehingga penambahan asam akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air dalam larutan. Hal ini sesuai dengan Tengguna (2012) yaitu, protein dapat mengalami denaturasi saat direaksikan dengan asam anorganik kuat dan pH yang rendah akan menghidrolisis ikatan peptida sehingga menjadi asam-asam aminonya. Selanjutnya empat tabung yang berisi campuran dipanaskan dalam water bath bersuhu 85 . Pemanasan 2 tabung dilakukan selama 10 menit dan 2 tabung lainnya selama 20 menit. Pemanasan dengan inkubator water bath (85 ) berfungsi untuk mempercepat proses destruksi ikatan hidrogen pada protein menjadi asam-asam aminonya dengan menaikkan temperatur sistem. Hasil pemanasan terbentuk campuran dengan dua fase. Fase atas berupa padatan berwarna putih dan bagian bawah bening.
Gambar 4.3 Setelah pemanasan dalam water bath
Tahap berikutnya, dilakukan sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan emulsi yang tidak mungin dipisahkan dengan penyaringan. Hal itu disebabkan partikel emulsi dalam campuran memiliki ukuran partikel koloid. Hasil sentrifugasi adalah campuran dua fase dimana supernatan lebih bening dan pellet berwarna putih pekat.
Gambar 4.4 Setelah disentrifugasi
Supernatan dipindahkan dalam tabung reaksi lainnya dan ditambahkan 1 mL ninhidrin pada salah satu tabung dengan perlakuan pemanasan selama 10 menit dan 20 menit. Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-dione) merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mendeteksi gugus amina dalam molekul asam amino. Reaksi ini merupakan reaksi yang sangat sensitif dan sesuai untuk penentuan asam amino secara kualitatif. Ninhidrin merupakan reagen pengoksidasi yang cukup kuat. Ninhidrin akan bereaksi dengan semua asam amino pada pH 4-8 dengan pemanasan  sehingga terbentuk senyawa berwarna ungu. Asam amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan molekul NH3 dan CO2. Ninhidrin yang telah bereaksi akan membentuk hidrindantin. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna biru/keunguan yang disebabkan oleh molekul ninhidrin dan hidrindantin yang yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi. Adapun reaksi pembentukan senyawa berwarna biru keunguan pada penambahan ninhidrin adalah sebagai berikut:
§  Ninhidrin + asam amino  hidrindantin (perubahan dari ninhidrin) + aldehida + NH3 + CO2 (pecahan asam amino).
§  Ninhidrin + hidrindantin + NH3 senyawa berwarna biru/keunguan.
Hasil uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna ungu. Larutan ungu yang terbentuk akan berguna dalam analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis.  Namun, Hasil penambahan ninhidrin pada sampel adalah larutan jernih yang agak berwarna kekuningan. Hal ini dapat disebabkan karena penambahan ninhidrin dilakukan setelah pemanasan, sehingga ninhidrin kurang mampu mengoksidasi asam amino untuk menghasilkan kompleks berwarna ungu karena lingkungan sistem memiliki temperatur yang kurang mendukung.
(a)                        (b)
Gambar 4.5 (a) Setelah ditambahkan ninhidrin; (b) tanpa penambahan ninhidrin
Larutan-larutan sampel yang dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis tidak boleh mengandung partikel koloid ataupun suspensi karena akan mengganggu analisis. Sehingga dilakukan sentrifugasi lanjutan untuk menghasilkan larutan yang lebih jernih. Sentrifugasi dilakukan selama 5 menit. Masing-masing larutan sampel kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang serapan maksimum yaitu 558 nm yang didapatkan dari scanning panjang gelombang. Larutan blanko yang digunakan adalah campuran reagen yang sama digunakan untuk sampel namun tidak mengandung sampel. Sebelum melakukan pengukuran absorbansi sampel dilakukan pengukuran absorbansi larutan standar konsentrasi 0,02; 0,04; 0,06; dan 0,08 ppm. Adapun absorbansi yang didapatkan dari pengukuran absorbansi larutan standar kemudian dibuat kurva kalibrasi yaitu sebagai berikut:
Gambar 4.5 Kurva Kalibrasi Larutan Standar
Berdasarkan grafik pada gambar 4.5 semakin tinggi konsentrasinya maka absorbansinya meningkat. Persamaan garis linear yang didapatkan kemudian digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel dengan cara menginterpolasikan absorbansi sampel pada variabel “y” kemudian ditentukan nilai “x” sebagai konsentrasi dalam satuan ppm. Absorbansi sampel yang didapatkan pada sampel perlakuan pemanasan 10 menit dengan ninhidrin dan tanpa ninhidrin masing-masing adalah 0,043 dan 0,131. Absorbansi sampel yang didapatkan pada sampel perlakuan pemanasan 20 menit dengan ninhidrin dan tanpa ninhidrin masing-masing adalah 0,035 dan 0,091. Absorbansi masing-masing sampel kemudian digunakan untuk menentukan konsentrasi protein pada sampel. Berdasarkan perhitungan didapatkan masing-masing konsentrasi sampel perlakuan 10 menit ninhidrin, tanpa ninhidrin, dan perlakuan 20 menit dengan ninhidrin, tanpa ninhidrin adalah 0,027 ppm, 0,0655 ppm dan 0,024 ppm, 0,048 ppm. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pemanasan dengan waktu 20 menit yang merupakan waktu yang lebih lama dari 10 menit menghasilkan konsentrasi asam amino yang lebih besar. Hal ini dapat disebabkan bahwa dengan pemanasan yang lebih lama pada suhu 85  (water bath) diindikasikan terjadi degradasi ikatan hidrogen yang lebih besar pada protein sehingga asam-asam amino yang dihasilkan lebih banyak. Sementara perlakuan dengan ninhidrin seharusnya menghasilkan absorbansi yang lebih besar karena ninhidrin berfungsi membentuk zat berwarna yang membantu analisis spektrofotometri pada daerah cahaya tampak. Namun, pada percobaan ini perlakuan dengan ninhidrin justru menghasilkan absorbansi yang lebih kecil daripada sampel tanpa ninhidrin. Hal ini disebabkan pada percobaan, larutan sampel tidak berhasil membentuk zat berwarna setelah ditambahkan ninhidrin akibat prosedur penambahan ninhidrin dilakukan setelah pemanasan dan sentrifugasi dimana sampel memiliki telah memiliki suhu yang rendah. Sehingga reaksi oksidasi ninhidrin terhadap asam amino dalam sampel tidak berlangsung. Konsentrasi asam amino tertinggi diantara sampel susu, yogurt, kedelai, tempe dan telur dengan perlakuan 10 menit dengan ninhidrin dan tanpa ninhidrin terdapat pada sampel telur (0,0584 ppm) dan susu (0,0655 ppm) secara berurutan. Konsentrasi asam amino tertinggi diantara sampel susu, yogurt, kedelai, tempe dan telur yaitu dimiliki oleh sampel telur dengan perlakuan 20 menit dengan ninhidrin dan tanpa ninhidrin, dengan konsentrasi asam amino 1,0823 ppm dan 0,0671 ppm secara berurutan.
Kegiatan kedua yaitu penentuan kadar protein pada sampel susu, yogurt, kedelai, tempe dan telur menggunakan metode kjeldahl. Metode kjeldahl merupakan metode penetapan kadar protein secara tidak langsung berdasarkan penentuan jumlah nitrogen yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein dalam bahan dengan menggunakan asam kuat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai ammonia. Penetapan kadar protein menggunakan metode kjeldahl terdiri dari tiga tahapan yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel susu cair kotak sebanyak 3 mL ditambahkan dengan 7 mL H2SO4. Hasilnya yaitu cairan susu menjadi larut (homogen berwarna kuning pucat).
Gambar 4.6 penambahan asam sulfat pekat pada sampel

Fungsi penambahan asam sulfat pekat yaitu untuk  mendestruksi proten pada sampel susu sehingga  menjadi unsur-unsurnya. Selanjutnya campuran ditambahkan dengan katalis campuran CuSO4 dan Na2SO4 sebanyak 2 gram dan menghasilkan campuran heterogen dimana katalis tidak larut. Tahap selanjutnya dilakukan pemanasan sampai campuran berwarna jernih.
(a)                   (b)                   (c)
Gambar 4.7 pemanasan (a) awal; (b) pertengahan; (c) hasil pemanasan
Penambahan katalis campuran CuSO4 dan Na2SO4 disertai pemanasan yaitu untuk menaikkan titik didih asam sulfat sehingga proses destruksi berjalan lebih cepat dan  tahapan ini sampel didestruksi menjadi unsur-unsurnya. Unsur karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Adapun reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut:
    H                 destruksi
R-C-COOH                    NH3(g) + CO2(g) + H2O(l)
   NH             H2SO4
Na2SO4+CuSO4

(Asam amino) 

NH3(g) + H2SO4 (aq)                              (NH4)2SO4 (aq) (hasil destruksi)
            Tahap selanjutnya yaitu destilasi. Sampel yang telah mengalami destruksi dan telah didinginkan kemudian ditambahkan dengan 15 mL akuades. Fungsi penambahan akuades adalah sebagai pelarut yang melarutkan komponen di dalam sistem yang berfungsi untuk mempermudah reaksi pada tahap selanjutnya. Selain itu akuades berfungsi sebagai medium pembawa ekstrak saat distilasi dengan metode kjeldahl. Hasilnya adalah larutan homogen, tidak berwarna, dan terasa panas. Panas yang dihasilkan mengindikasikan bahwa reaksi melepas kalor dari sistem ke lingkungan (eksotermis). Selanjutnya ditambahkan dengan 25 mL NaOH dan menghasilkan banyak gelembung gas dan dinding wadah terasa sangat  panas. Fungsi penambahan NaOH sebelum tahap destilasi yaitu untuk memecah ammonium sulfat menjadi ammonia (NH3). Amonia yang terbentuk merupakan dalam bentuk gas, sehingga sistem harus segera dihubungkan dengan konektor distilator untuk mencegah gas amonia keluar dari sistem. Pada erlenmeyer lain ditambahkan asam borat 10 mL dan ditambahkan indikator Metien  birusebagai indikator. Hasilnya adalah larutan berwarna biru. Fungsi keberadaan larutan asam borat yang ditambahkan indikator metilen blue yaitu untuk menangkap amonia yang saat distilasi berlangsung. Indikator ditambahkan untuk mengetahui kebasaan larutan akibat penambahan NaOH tahap destilasi. Kontak antara asam dan ammonia lebih baik diusahakan agar ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam sehingga amonia bebas yang ditangkap oleh larutan asam borat menjadi optimal. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut:
(NH4)2SO4  (aq)+  NaOH(aq)                   NH3(g)  + H2O(l) + Na2SO4(l)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat.
NH3 (g) + H3BO3 (aq)® NH4+(aq) H2BO3(aq)
Gambar 4.8 Hasil destilasi
Larutan hasil destilasi berupa cairan berwarna biru kehijauan. Tahap selanjutnya yaitu dilakukan titrasi menggunakan larutan HCl 0,1 N. Penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N. Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna menjadi larutan berwarna ungu. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut:
HCl 0,1 N + NaOH 0,1 N                  NaCl +  H2O
Penambahan titran sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan teliti. Hal ini disebabkan penambahan sedikit titran yang berlebih akan menghasilkan perubahan berwarna merah dan membuat perhitungan selanjutnya tidak akurat.
 
Gambar 4.9 titik akhir titrasi (a) penambahan titran secara ekivalen; (b) penambahan titran sedikit berlebih 
Kandungan nitrogen kemudian dapat ditentukan sebagai %N melalui data volume titran yang dibutuhkan untuk mecapai titik akhir titrasi. Volume titran yang dibutuhkan saat titrasi adalah 0,5 mL. Selanjutnya kadar protein ditentukandengan mengalikan suatu %N dengan faktor konversi untuk susu. pengolahan data kemudian menghasilkan %protein sebesar 1,34%. Berdasarkan data yang diperoleh %kadar protein  masing-masing konsentrasi sampel susu, yogurt, kedelai, tempe dan telur sebersar 1,34%; 1,27%; 2,04%; 1,49%: dan 19,87% secara berurutan. Kadar %protein tertinggi dari keempat sampel lainnya yaitu dimiliki oleh telur.
            Berdarkan penentuan kadar protein menggunakan metode spektrometri dan kjeldahl diperoleh bahwa kedua metode menunjukkan bahwa telur mengandung kadar protein tertinggi diantara sampel susu, yogurt, kedelai dan tempe. Kadar protein dari telur yang dihasilkan menggunakan metode spektrometri sebesar 1,0823 ppm. Kadar protein dari telur yang dihasilkan menggunakan metode kjeldahl sebesar 19,87%. Sementara itu berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel hasil 4.1.1 dan tebel hasil 4.1.2 menunjukkan bahwa kadar protein menggunakan metode spektrometri menghasilkan rata-rata konsentrasi protein nilai yang relatif kecil dibandingkan dengan kadar protein yang diperoleh melalui metode kjeldahl.



BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan percobaan penentuan kadar protein menggunakan metode spektrometri dan kjeldahl yang telah ditentukan dapat disimpukan bahwa:
1.    Konsentrasi asam amino tertinggi diantara sampel susu, yogurt, kedelai, tempe dan telur yaitu dimiliki oleh sampel telur dengan perlakuan 20 menit dengan ninhidrin dan tanpa ninhidrin, dengan konsentrasi asam amino 1,0823 ppm dan 0,0671 ppm secara berurutan.
2.    Berdasarkan data yang diperoleh %kadar protein  masing-masing konsentrasi sampel susu, yogurt, kedelai, tempe dan telur sebersar 1,34%; 1,27%; 2,04%; 1,49%: dan 19,87% secara berurutan. Kadar %protein tertinggi dari keempat sampel lainnya yaitu dimiliki oleh telur.
3.    Kadar protein menggunakan metode spektrometri menghasilkan rata-rata konsentrasi protein nilai yang relatif kecil dibandingkan dengan kadar protein yang diperoleh melalui metode kjeldahl.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan percobaan yang dilakukan yaitu sebaiknya praktikan melakukan titrasi pada percobaan kjeldahl secara lebih hati-hati agar dicapai titik akhir titrasi yang sesuai. Hal ini disebabkan penambahan sedikit kelebihan titran akan membuat larutan sampel berwarna merah dan membuat perhitungan kadar proten tahap selanjutnya kurang akurat.


Daftar Pustaka

Almatsier, S. 1980. Prinsip Dasar Imu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Brown, T.A. 2002. DNA in Genomes, 2nd Ed. Manchester, UK: Garland Science.
Departemen Kesehatan R.I. (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
Gaman, P.M. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., dan Rodwell, V.W. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 270.
Sudarmadji, S. 1981. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Cetakan ke-3. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas, Universitas Gajah Mada.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. YogyakartaPT Gramedia Pustaka Umum.


Data Pengamatan Spektometri

Perlakuan
2 ml Susu Cair
10 menit (ninhidrin)
10 menit
20 menit (ninhidrin)
20 menit
Ditambah 2 ml HCl
Terbentuk suspensi
Terbentuk suspensi
Terbentuk suspensi
Terbentuk suspensi
Diinkubasi (water bath) 85  
Terbentuk dua fase (bawah bening atas suspensi putih)
Terbentuk dua fase (bawah bening atas suspensi putih)
Terbentuk dua fase (bawah bening atas suspensi putih)
Terbentuk dua fase (bawah bening atas suspensi putih)
Disentrifugasi 5 menit
2 fase (supernatan bening dan bawah pelet berwarna putih) 
2 fase (supernatan bening dan bawah pelet berwarna putih) 
2 fase (supernatan bening dan bawah pelet berwarna putih) 
2 fase (supernatan bening dan bawah pelet berwarna putih) 
Ditambah 1 mL ninhidrin
Larutan berwarna agak kekuningan dan larut

Larutan berwarna agak kekuningan dan larut

disentrifugasi
Larutan lebih jernih
Larutan lebih jernih
Larutan lebih jernih
Larutan lebih jernih
Diukur absorbansinya pada 585 nm

Data Pengamatan Kjeldahl

No.
Perlakuan
Hasil
1.
Sampel susu 0,3 gram + larutan H2SO4 7 mL
Susu menjadi larut (homogen berwarna kuning pucat)
2.
Penambahan katalis (CuSO4+ Na2SO4) sebanyak 2 gram
Katalis tidak larut
3.
Dipanaskan
Larutan berwarna cokelat, lalu memudar sehingga menjadi bening
4.
Didinginkan
Tetap
5.
Penambahan 15 mL akuades
Larutan homogen, tidak berwarna, dan terasa panas
6.
Penambahan 25 NaOH
Muncul banyak gelembung gas dan terasa panas
7.
Pada erlenmeyer lain ditambahkan asam borat 10 mL dan ditambahkan indikator Metien Blue
Terbentuk larutan berwarna ungu
8.
Didestilasi sampai larutan dalam erlenmeyer berwarna hijau
Larutan berwarna hijau
9.
Titrasi dengan HCl
Larutan berwarna ungu
(0,5 mL)





Lembar Perhitungan Spektrometri


Kadar Protein pada Susu


1.    perlakuan 10 menit dengan ninhidrin
 
 
 
 
2.    perlakuan 10 menit tanpa ninhidrin
 
 
 
 
3.    perlakuan 20 menit dengan ninhidrin
 
 
 
 
4.    perlakuan 20 menit tanpa ninhidrin
 
 
 
 
Perhitungan Kadar Protein Tempe
1.    Perlakuan 10 menit dengan ninhidrin
 
 
 
 
2.    Perlakuan 10 menit tanpa ninhidrin
 
 
 
 
3.    Perlakuan 20 menit dengan ninhidrin
 
 
 
 
4.    Perlakuan 20 menit tanpa ninhidrin
 
 
 
 
Perhitungan kadar protein dalam kedelai
1.    perlakuan 10 menit dengan ninhidrin
 
 
 
 
2.    perlakuan 10 menit tanpa ninhidrin
 
 
 
 
3.    perlakuan 20 menit dengan ninhidrin
 
 
 
 
4.    perlakuan 20 menit tanpa ninhidrin
 
 
 
 
Perhitungan kadar protein Yogurt
1.      Perhitungan 10 menit (dengan ninhidrin)
Faktor pengenceran 5x, sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 0,102
2.      Perhitungan 10 menit (tanpa ninhidrin)
Y=2,32X-0,021
0,028=2,32X-0,021
X=0,021
Faktor pengenceran 10x, sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 0,211
3.      Perhitungan 20 menit (dengan ninhidrin)
Faktor pengenceran 10x, sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 0,26
4.      Perhitungan 20 menit (dengan ninhidrin)
Faktor pengenceran 10x, sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 0,4
Perhitungan kadar protein Telur
1.      Perhitungan 10 menit (dengan ninhidrin)
Faktor pengenceran 10x, sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 0,584
2.    Perhitungan 10 menit (tanpa ninhidrin)
Y=2,31X-0,02
0,071=2,31X-0,02
X=0,0394
3.    Perhitungan 20 menit (dengan ninhidrin)
Faktor Pengencerannya 10,2 x sehingga konsentrasi yang diperoleh adalah 1,0823
4.    Perhitungan 5 menit (tanpa ninhidrin)




Lembar Perhitungan Kjeldahl

1.    Susu
Dengan perhitungan kadar protein
2.    Tempe
Dengan perhitungan kadar protein
%protein = 0,233 x 5,75
%protein = 1,34%
3.    Yogurt
%
Dengan perhitungan kadar protein
%
4.    Telur
%
Dengan perhitungan kadar protein
%
5.    Kedelai
%
Dengan perhitungan kadar protein





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Soal Kimia ON MIPA PT 2011-2019

LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GAS