ISOLASI DNA DAN ELEKTROFORESIS


LAPORAN PRAKTIKUM
BIOMOLEKUL

ISOLASI DNA





Nama                  : Landep Ayuningtias
NIM                   : 151810301065
Kelompok          : 9
Kelas                  : A






LABORATORIUM KIMIA BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA.
Prisnsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel atau jaringan pada berbagai organisme pada dasarnya sama, namun memiliki modifikasi dalam hal teknik dan bahan yang digunakan. Sumber DNA dapat berasal dari tanaman, kultur mikroorganise, atau sel manusia. DNA yang akan diisolasi pada percobaan ini adalah DNA plasmid dari bakteri E. coli dan DNA kromosom dari buah tomat. Sel-sel prokariotik maupun sel eukariotik pada organisme mengandung membran dan mengandung organel-organel di dalam sitoplasma. Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi DNA untuk memisahkan DNA target dari komponen-komponen pencampurnya.  Manfaat isolasi DNA pada umumnya digunakan sebagai vektor dalam berbagai teknik rekayasa genetika seperti kloning gen atau transformasi.
Proses isolasi DNA plasmid dan kromosom pada percobaan menggunakan metode alkalyne lysis. Metode isolasi DNA menggunakan alkalyne lysis diawali dengan perusakan dinding sel dan lisis membran sel menggunakan larutan detergen, presipitasi DNA yang akan dipisahkan menggunakan teknik sentrifugasi dan pemurnian DNA. DNA yang didapatkan belum menunjukkan informasi mengenai ukuran molekulnya, sehingga perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk menguji keberhasilan proses isolasi DNA. Analisis mengenai informasi ukuran DNA yang didapat kemudian diperiksa melalui analisis elektroforesis.




1.2  Tujuan
Tujuan pada praktikum mengenai isolasi DNA adalah sebagai berikut:
1.    Mempelajari dan melakukan mekanisme isolasi DNA plasmid dan DNA kromosom.
2.    Melakukan pemisahan DNA yang telah diisolasi menggunakan teknik elektroforesis.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sel
Semua makhluk hidup terdiri dari satu atau lebih unit sederhana bernama sel. Sel merupakan unit yang dibatasi membran yang mengandung DNA dan sitoplasma. (Cain, 2002). Sel mampu melakukan semua aktivitas kehidupan dan sebagian besar reaksi kimia untuk mempertahankan kehidupan berlangsung di dalam sel. Sebagian besar sel berdiameter antara 1 sampai 100 µm sehingga hanya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop, ukuran sel dibatasi agar tidak tumbuh terlalu besar karena sel harus mempertahankan suatu area permukaan (membran plasma) yang memadai untuk menampung pergantian antar nutrisi dan sampah (Sloane, 2003).
Setiap organisme tersusun dari salah satu dari dua jenis sel yang secara struktural berbeda: sel prokariotik atau sel eukariotik. Sel prokariotik umumnya berukuran lebih kecil dan mempunyai struktur lebih sederhana daripada sel eukariotik. Perbedaan utama antara kedua jenis sel itu adalah bahwa materi genetik (DNA) sel prokariotik tidak terletak dalam suatu struktur membran ganda yang disebut nukleus, sedangkan pada eukariotik, semua materi genetiknya terdapat pada molekul DNA yang terdapat sebagai kromosom yang terletak di dalam nukleus (Purves et all., 2003).
2.2 DNA
DNA (Deoxyribonucleic acid) merupakan asam nukleat berbentuk heliks ganda yang mengandung komponen gula deoksiribosa, serta memiliki empat basa nitrogen yang berpasangan, yaitu guanin dalam satu pasang untai dengan sitosin serta adenin dalam satu pasang untai timin (Alberts dkk., 2008). DNA adalah urutan nukleotida yang menyimpan materi genetik yang diwarisi oleh organisme dari induknya, sehingga dapat membedakan organisme tertentu terhadap organisme yang lain (Campbell dkk., 2008). DNA pada sel eukariotik dapat ditemukan baik pada kromosom inti (DNA kromosomal) maupun pada organel, yaitu pada mitokondria dan kloroplas (DNA ekstrakomosomal) (Fatchiyah dkk., 2011).
Bakteri Salmonella merupakan mikroorganisme kelompok utama bakteri Protobakteria gamma yang mengandung DNA kromosom dan plasmid di dalam nukleoid pada sel prokariotik (Campbell dkk., 2008). Ekstraksi DNA merupakan langkah awal yang harus dikerjakan dalam uji pelacakan DNA bakteri. Bakteri Salmonella tifoid dapat diisolasi dari darah pasien, lalu dinokulasi ke dalam medium sintetis untuk memastikan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri Salmonella tifoid. Isolat bakteri Salmonella tifoid yang didapat selanjutnya dilakukan ekstraksi DNA dengan beberapa tahapan, yaitu
(1) Pemecahan membran sel
(2) Ekstraksi dalam larutan
(3) Pemurnian  
(4) Pengendapan DNA.
DNA harus dijaga agar tetap bersuhu rendah supaya tidak rusak dan didapatkan DNA dalam bentuk rantai yang panjang pada saat melakukan proses ekstraksi. Fatchiyah dkk. (2011) menjelaskan bahwa tahap pertama ekstraksi DNA yaitu pemecahan dinding sel secara fisik dan kimiawi, kemudian ditambahkan proteinase K yang berfungsi untuk pemisahan DNA dari kontaminan protein. Untuk pemisahan DNA dari molekul lainnya dapat digunakan garam berkonsentrasi tinggi. Tahapan selanjutnya yaitu proses pemurnian akhir DNA dengan menambahkan etanol dingin, dan terakhir melarutkan pelet DNA dengan menambahkan akuabides steril. Konsentrasi dan kemurnian DNA merupakan faktor penting dalam analisis molekuler berbasis DNA menggunakan metode spektrofotometri. Untuk mengukur nilai absorbansi molekul DNA dapat menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 260 nm (Faatih, 2009).
2.3  Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu teknik yang mengukur laju perpindahan atau pergerakan partikel-partikel bermuatan dalam suatu medan listrik.  Prinsip kerja dari elektroforesis berdasarkan pergerakan partikel-partikel bermuatan negatif (anion), dalam hal tersebut DNA, yang bergerak menuju kutub positif (anode), sedangkan partikel-partikel bermuatan positif (kation) akan bergerak menuju kutub negatif (anode) (Gaffar, 2007). Elektroforesis digunakan untuk mengamati hasil amplifikasi dari DNA.  Hasil elektroforesis yang terlihat adalah terbentuknya band yang merupakan fragmen DNA hasil amplifikasi dan menunjukkan potongan-potongan jumlah pasangan basanya. Teknik elektroforesis mempergunakan medium yang terbuat dari gel.  Perpindahan partikel pada medium gel tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel, komposisi dan konsentrasi gel, densitas muatan, kuat medan listrik dan sebagainya.  Semakin kecil partikel tesebut, maka pergerakan atau migrasinya akan semakin cepat, karena matriks gel mengandung jaringan kompleks berupa pori-pori sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergerak melalui matriks tersebut.Perangkat elektroforesis yang digunakan dalam elektroforesis meliputi sumber arus listrik searah (DC), ruang untuk elektroforesis (Comb, Well, platform dan cetakan wadah gel), larutan buffer (buffer ionik dan loading buffer), matriks elektroforesis, marker dan gel (Suhartono, 1999).
Elektroforesis digunakan dengan tujuan untuk mengetahui ukuran dan bentuk suatu partikel baik DNA, RNA dan protein.  Selain itu, elektroforesis juga digunakan untuk fraksionasi yang dapat digunakan untuk mengisolasi masing-masing komponen dari campurannya, mempelajari fitogenetika, kekerabatan dan mempelajari penyakit yang diturunkan. Elektroforesis dalam bidang genetika, digunakan untuk mengetahui ukuran dan jumlah basa yang dikandung suatu sekuen DNA tertentu (Klug & Cummings 1994: A-7). Perangkat elektroforesis yang digunakan dalam elektroforesis meliputi sumber arus listrik searah (DC), ruang untuk elektroforesis (Comb, Well, platform dan cetakan wadah gel), larutan buffer, matriks elektroforesis, marker dan gel (Suhartono, 1999).
Elektroforesis gel didasarkan pada pergerakan molekul bermuatan dalam media penyanggah matriks stabil dibawah pengaruh medan listrik. Media yang umum digunakan adalah gel agarosa atau poliakrilamid. Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 bp dan dijalankan secara horizontal, sedangkan elektroforesis akrilamid dapat memisahkan 1 bp dan dijalankan secara vertikal. Elektroforesis poliakrilamid biasanya digunakan untuk menentukan urutan DNA atau sekuensing (Gaffar, 2007). Elektroforesis adalah suatu teknik yang mengukur laju perpindahan atau pergerakan partikel-partikel bermuatan dalam suatu medan listrik.  Prinsip kerja dari elektroforesis berdasarkan pergerakan partikel-partikel bermuatan negatif (anion), dalam hal tersebut DNA, yang bergerak menuju kutub positif (anode), sedangkan partikel-partikel bermuatan positif (kation) akan bergerak menuju kutub negatif (anode) (Klug & Cummings 1994: A-6).  Elektroforesis digunakan untuk mengamati hasil amplifikasi dari DNA.  Hasil elektroforesis yang terlihat adalah terbentuknya band yang merupakan fragmen DNA hasil amplifikasi dan menunjukkan potongan-potongan jumlah pasangan basanya (Carson, 2006).
Elektroforesis digunakan dengan tujuan untuk mengetahui ukuran dan bentuk suatu partikel baik DNA, RNA dan protein.  Selain itu, elektroforesis juga digunakan untuk fraksionasi yang dapat digunakan untuk mengisolasi masing-masing komponen dari campurannya, mempelajari fitogenetika, kekerabatan dan mempelajari penyakit yang diturunkan. Elektroforesis dalam bidang genetika, digunakan untuk mengetahui ukuran dan jumlah basa yang dikandung suatu sekuen DNA tertentu (Sambrook dan Russel, 2001).
Teknik elektroforesis mempergunakan medium yang terbuat dari gel.  Perpindahan partikel pada medium gel tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel, komposisi dan konsentrasi gel, densitas muatan, kuat medan listrik dan sebagainya.  Semakin kecil partikel tesebut, maka pergerakan atau migrasinya akan semakin cepat, karena matriks gel mengandung jaringan kompleks berupa pori-pori sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergerak melalui matriks tersebut (Muladno, 2010).
DNA dicampurkan dengan loading dye sebelum proses elektroforesis. Loading dye terdiri dari glycerol, bromphenol blue, dan xylene cyanol FF. Glycerol berfungsi sebagai pemberat sehingga DNA berada di bawah sumuran, sedangkan bromphenol blue dan xylene cyanol FF berfungsi sebagai visualisasi pada gel sehingga proses migrasi DNA pada saat berlangsungnya elektroforesis tidak melebih batas gel (Carson, 2006). Sumur-sumur dalam gel agarosa berfungsi untuk meletakkan larutan DNA yang bermuatan negatif. Arus listrik dialirkan dengan menggunakan larutan buffer yang sesuai, maka DNA akan bergerak menuju  kutub positif. Laju migrasi DNA dalam medan listrik berbanding terbalik dengan massa DNA. Migrasi DNA terutama ditentukan oleh ukuran panjang dan bentuk DNA. Fragmen DNA yang berukuran kecil akan bermigrasi lebih cepat dibanding yang berukuran besar, sehingga elektroforesis mampu memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukuran panjangnya. Kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya (Muladno, 2010):
1.    Migrasi molekul DNA berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil.
2.    Migrasi molekul DNA pada gel berkonsentrasi lebih rendah lebih cepat daripada migrasi molekul DNA yang sama pada gel berkonsentrasi tinggi. Oleh karena itu, penentuan konsentrasi agarosa dalam membuat gel harus memperhatikan ukuran molekul DNA yang akan dianalisis.
3.    Konformasi atau bentuk rangkaian molekul DNA berukuran sama akan bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda.
4.    Kecepatan migrasi DNA sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan. Akan tetapi apabila penggunaan voltase dinaikkan, mobilitas molekul DNA meningkat secara tajam. Ini mengakibatkan pemisahan molekul DNA di dalam gel menurun dengan meningkatnya voltase yang digunakan. Penggunaan voltase yang ideal untuk mendapatkan separasi molekul DNA berukuran lebih besar 2 kb adalah tidak lebih dari 5 Volt per cm.
5.    Keberadaan etidium bromida di dalam gel mengakibatkan pengurangan tingkat kecepatan migrasi molekul DNA linear sebesar 15%.
6.    Apabila tidak ada kekuatan ion di dalam larutan, maka aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat. Sementara larutan buffer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas, sehingga aliran listrik menjadi sangat maksimal. Ada kemungkinan gel akan meleleh dan DNA dapat mengalami denaturasi.
Visualisasi maka ditambahkan larutan etidium bromida yang akan masuk di antara ikatan hidrogen pada DNA, sehingga pita fragmen DNA akan terlihat di bawah lampu UV (Gaffar, 2007). Larutan etidium bromida sangat berbahaya dan bersifat karsinogen. Semua larutan yang mengandung etidium bromida harus didekontaminasi sebelum dibuang (Muladno, 2010). Bahaya yang ditimbulkan oleh etidium bromida, dapat dihindari dengan menggunakan menggunakan larutan SYBR safe sebagai penggantinya. Menurut Sambrook dan Russel (2001) pewarna SYBR safe membuat DNA berpendar di bawah sinar UV. Pita DNA yang berpendar pada gel agarosa menunjukkan hasil positif bahwa terdapat DNA pada setiap lajur.





BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1.1        Alat dan Bahan
3.1.1        Alat
-        Mikro pipet
-        Sentrifuge
-        Freezer
-        Shaker incubator
-        Kertas label
-        Tabung eppendorf
-        Ice bath
3.1.2        Bahan
-        Pelet lasmid
-        Pelet Kromoson
-        Etanol 70%
-        Larutan I(Glukosa 50 mM, Tris-HCl 2,5 mM pH 8, Na2EDTA 10 Mm Ph 8)
-        Larutan II (NaOH 0,2 M, SDS 1%, ddH2O)
-        Larutan III (Kalium asetat 5 M, asam asetat glasial, ddH2O dingin)
-        Fenol
-        Kloroform
-        Isoamil
-        Lisozim
-        Larutan STEP
-        Agarosa
-        Buffer TAE
-        Bromofenol biru
-        Etidium bromida (EtBr)
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Isolasi plasmid pET30 dari E. coli  BL21
            Pellet dilarutkan dalam larutan I (Glukosa 50 mM, Tris-HCl 2,5 mM pH 8, Na2EDTA 10 mM pH 8) 100 µL dan dihomogenkan lalu didiamkan 5 menit. Ditambahkan 200 µL larutan II (NaOH 0,2 M, SDS 1%, ddH2O steril) dan dihomogenkan dengan cara membolak-balik tabung Eppendorf. Larutan diinkubasi di es selama 15 menit, setelah 15 menit ditambahkan 150 µL larutan III (Kalium asetat 5 M, asam asetat glasial, ddH2O dingin), diinkubasi dalam es selama 10 menit. Campuran tersebut disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 12.000 rpm suhu 4 °C, supernatan yang diperoleh dipindahkan secara perlahan dengan menggunakan pipet kedalam tabung Eppendorf baru yang steril dan ditambahkan campuran fenol: kloroform: isoamil alkohol (25:24:1) 1 kali volume total, dikocok sampai terbentuk emulsi kemudian disentrifugasi lagi 12.000 rpm 2 menit dan dihasilkan 3 lapis, fase paling atas adalah fase cair yang dipindahkan dengan cara memipet secara hati-hati kedalam tabung Eppendrorf baru yang steril, fase cair tersebut dipekatkan dengan menambahkan etanol absolut dingin 2 kali volume total, dan diinkubasi dalam es selama 1 jam. Campuran disentrifugasi 12.000 rpm selama 5 menit, pellet dicuci dengan etanol dingin 70% dan disentrifugasi lagi dan tabung Eppendorf dikeringkan dari etanol dengan cara membalikkan tabung dan didiamkan 5 menit. Kemudian pellet dilarutkan dalam 30 µL ddH2O (Sambrook dan Russel, 2001).
3.2.2 Isolasi DNA kromosom isolat
  pellet sel diresuspensi dengan 250 µl buffer TE (50 mM tris HCl pH 8 dan 50 mM EDTA). Larutan tersebut dibekukan pada suhu -20oC selama 30 menit. kemudian ditambahan 250 µL lisozim 10mg/ml ke dalam sel beku dan dibiarkan mencair pada suhu kamar. Larutan sel yang sudah mencair dimasukkan ke dalam penangas es selama 45 menit. Lalu menambahkan larutan STEP (SDS 1%, Tris Cl, EDTA pH 8, proteinase K) sebanyak 50µL ke dalam suspensi dan dicampur rata. Campuran ini selanjutnya dipanaskan dalam waterbath pada suhu 50oC selama 1 jam sambil sesekali digoyang perlahan. Kemudian ditambahkan 300µL  larutan fenol jenuh ke dalam campuran lalu dikocok sampai terbentuk emulsi. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 12.000rpm selama 5 menit sampai terpisah dua lapisan. DNA yang diinginkan berada pada lapisan atas. Lapisan atas dipipet secara hati-hati dan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf yang steril. Selanjutnya ditambahkan larutan natrium asetat 0,3 M sebanyak 0,1 kali dari volume total hasil pemipetan DNA, lalu dicampur perlahan. Kemudian ditambahkan etanol absolut dingin sebanyak 2 kali volume larutan kemudian tabung dibolak-balik untuk pencampuran. Setelah itu, campuran diinkubasi pada suhu -20oC selama 2 jam sampai semalam. Campuran disentifugasi pada 12000 rpm selama 5 menit, kemudian supernatan dibuang dan pellet dicuci dengan 0,6 ml etanol 70%. Sentrifuge kembali campuran pada 12000 rpm selama 5 menit. Pelet diambil kemudian ditambahkan 30 µL ddH2O (Tim Penyusun, 2017).
3.2.3 Analisa pET-Endo menggunakan Elektroforesis Gel Agarosa
Gel agarosa 1,5% dibuat dengan melarutkan 0,375 g agarosa dalam 25 ml buffer TAE (Tris Acetat EDTA) pH 8. Agarosa yang sudah larut didinginkan sampai kira-kira temperatur 45°C, selanjutnya gel dituangkan pada cetakan dan dibiarkan memadat. Sampel yang akan dielektrolisis dicampur dengan buffer yang mengandung bromofenol biru (BPB) 0,25 (b/v) dan sukrosa 40 % (b/v). Elektrolisis dilakukan dalam buffer TAE pada tegangan 75 volt. Elektrolisis dihentikan ketika bromofenol biru telah bermigrasi kira-kira 2/3 dari panjang gel. Gel agarosa kemudian direndam dalam larutan Etidium Bromida (EtBr) 250 µg/mL selama 30 menit, selanjutnya direndam dalam buffer TAE selama 5-10 menit. Hasil elektroforesis dapat diamati dengan sinar UV (Sambrook dan Russel, 2001).




3.3 Skema Kerja
3.3.1 Isolasi plasmid pET30 dari E. coli  BL21
Hasil
 
-dimasukkan pada tabung eppendorf dan ditambahkan larutan I (glukosa 50 mM, Tris-HCl 2,5 mM pH 8, Na2EDTA 10 Mm Ph 8) 100 µL, dihomogenkan dan didiamkan selama 5 menit
-ditambahkan 200 µL larutan II ( NaOH 0,2 M, SDS 1%, ddH2O, steril) dihomogenkan dan didiamkan selam 15 menit
-ditambahkan 150 µL ( Kalium asetat 5 M, asam asetat glasial, ddH2O dingin) dan diinkubasi selama 10 menit dalam ice bath
-disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 12000 rpm suhu 4
-dipindahkan supernatan secara perlahan menggunakan pipet ke dalam tabung eppendorf baru
-ditambahkan larutan fenol: kloroform: isoamil alkohol (25: 24: 1) satu kali volume total
-dikocok sampai terbentuk emulsi kemudian disentrifugasi 12000 rpm selama 2 menit dan dihasilkan 3 lapis
-dipisahkan fase paling atas (fase cair) ke dalam tabung eppendorf yang baru
-dipekatkan dengan cara ditambahkan larutan etanol absolut dingin 2 kali volume total
-diinkubasi dalam es selama 1 jam
-disentrifugasi campuran 12.000 rpm selama 5 menit
-dicuci pellet dengan etanol dingin 70% dan disentrifugasi kembali
-dikeringkan tabung eppendorf dari etanol dengan dibalikkan selama 5 menit
-dilarutkan pellet dalam 30 100 µL ddH2O
 
Pelet Plasmid
 
           








           
3.3.2 Isolasi DNA kromosom isolat
 



3.3.3
Analisa pET-Endo menggunakan Elektroforesis Gel Agarosa
Hasil
 

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil
4.1.1 Plasmid
No.
Perlakuan
Hasil
1.
Penambahan larutan pada pellet
Laruta berwarna keruh
2.
Penambahan larutan II
Larutan menjadi jernih
3.
Pendinginan dalam ice bath
Tidak berubah
4.
Penambahan larutan III
Larutan menjadi kental dan terdapat lendir seperti gel
5.
Pendinginan selama 10 menit
tetap
6.
Disentrifugasi 12.000 rpm suhu 4 
Terbentuk dua fase
7.
Pemindahan supernatan
Larutan bening
8.
Penambahan (kloroform:isoamil:alkohol)
Terbentuk dua fase
9.
Sentrifugasi selam 2 menit
Terbentuk tiga fase
10.
Penambahan larutan etanol 70% (600 µL) pada fase teratas
Jernih (bening)
11.
Sentrifugasi
Terdapat endapan putih (pellet)
12.
Penambahan ddH2O 15 µL
larut
13.
Elektroforesis
Terpisah

4.1.2 Kromosom
No.
Perlakuan
Hasil
1.
Penambahan larutan TE pada pellet
Laruta menjadi keruh
2.
Pembekuan selama 30 menit
Larutan kental
3.
Penambahan larutan lizosim 250 µL
Tidak berubah
4.
Inkubasi 45
Tetap
5.
Penambahan larutan STEP 50 µL
Larutan mencair
6.
Penambahan fenol  
Terbentuk dua fase (bawah: keruh dan atas: bening)
7.
Sentrifugasi
Mengental (bawah: keruh dan atas: bening)
8.
Pengambilan 500 µL fase atas
Larutan bening
9.
Penambahan natrium asetat 50 µL
Larutan menjadi keruh
10.
Penambahan larutan etanol 70% 1.000 µL
Terdapat emulsi melayang berwarna putih
11.
Inkubasi selama semalam
Larutan bening dan terdapat pellet dibawah
12.
Pencucian dengan larutan etanol 70% dingin
Pellet larut
13.
Sentrifugasi
Tidak terjadi perubahan
14.
Penambahan ddH2O
Pellet larut

4.2 Pembahasan
Kegiatan yang dilakukan pada percobaan ini meliputi isolasi DNA plasmid, DNA kromosom, dan elektrolisis. DNA plasmid yang akan diisolasi dalam percobaan menggunakan suspensi pellet bakteri Escherichia coli. Hal ini dikarenakan bakteri tersebut mudah didapatkan dan dapat menghasilkan keturunan yang banyak dalam waktu yang singkat. Isolasi DNA kromosom berasal dari suspensi pellet kromosom buah tomat. Isolasi DNA plasmid dan DNA kromosom bertujuan mengekstrak plasmid dan memisahkannya dari berbagai komponen selular bakteri lainnya, seperti protein, lemak dan RNA. Kedua isolasi DNA menggunakan prinsip alkalyne lysis. Metode isolasi DNA plasmid menggunakan alkalyne lysis terdiri dari tiga tahapan utama. Tahapan tersebut meliputi resuspensi pellet sel dengan buffer, proses pelisisan dengan larutan detergen (anionik), dan kemudian diakhiri dengan pengambilan DNA plasmid menggunakan presipitasi (sentrifugasi).
Kegiatan pertama yaitu isolasi DNA plasmid dari suspensi pellet bakteri E. coli. Tahap pertama dilakukan adalah resuspensi pellet sel bakteri dengan 100 µL larutan I. Larutan I merupakan campuran dari Glukosa 50 mM, Tris-HCl 2,5 mM pH 8, Na2EDTA 10 mM pH 8. Komponen glukosa pada larutan I berperan sebagai buffer untuk mempertahankan pH agar tetap pada kisaran 12. Hal ini sangat penting karena tahap pelisisan sel menggunakan SDS-NaOH membutuhkan kondisi pH basa. Fungsi Tris-HCl dalam larutan I sebagai buffer setelah sel mengalami pelisisan, sebagaimana disebutkan Surzycki (2000), kondisi pH setelah pelisisan sel dapat dipertahankan pada kisaran 7,6-9 yang merupakan kisaran pH fisiologis internal sel, sehingga DNA tidak mengalami kerusakan. Na-EDTA pada larutan I berperan sebagai agen pengkelat yang dapat menginaktivasi enzim DNase dengan cara mengikat ion magnesium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim nuklease sehingga dapat mencegah DNA terdenaturasi oleh aktivitas Dnase (Surzycki, 2000). Campuran kemudian dihomogenkan dengan bantuan pipetting selama beberapa kali hingga seluruh pelet tersuspensi dalam larutan dan kemudian didiamkan 5 menit. Hasilnya adalah larutan berwarna keruh.
Tahap selanjutnya yaitu pelisisan sel melalui penambahan 200 µL Larutan II pada suspensi. Larutan II merupakan campuran NaOH 0,2 M, SDS 1%, ddH2O steril dan dihomogenkan dengan cara membolak-balik tabung eppendorf.  Penggunaan SDS dalam larutan II bertujuan untuk melisiskan membran sel. SDS merupakan detergen anionik yang dapat melisiskan membran sel. Komponen NaOH pada larutan II dapat memberikan kondisi basa yang menyebabkan DNA mengalami denaturasi. Hasilnya adalah larutan keruh. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penambahan larutan II merupakan tahap pelisisan sel yang membuat dinding plasma rusak dan cairan sel keluar. Campuran kemudian didinginkan dalam ice bath yang bertujuan unruk menurunkan kelarutan DNA dalam larutan.
Tahap selanjutnya yaitu penambahan larutan III. Penambahan larutan III (Natrium asetat) pada campuran pellet sel bakteri, bertujuan untuk memisahkan antara DNA plasmid dengan komponen selular lain seperti protein, lemak dan debris sel, setelah sel dilisiskan. Penambahan natrium asetat dapat menurunkan pH dan menyebabkan DNA plasmid mengalami renaturasi. Kemudian dilakukan inkubasi pada es selama 10 menit. Inkubasi pada suhu dingin dapat  dapat memaksimalkan renaturasi DNA plasmid. Setelah itu disentrifugasi 12.000 rpm suhu 4. Sentrifugasi merupakan suatu teknik pemisahan yang dilakukan untuk memisahkan suspensi yang jumlahnya sedikit. Suspensi ini dimasukan ke dalam tabung Eppendorf yang kemudian dimasukkan ke dalam sentrifugat. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengancara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada didasar yang disebut dengan pelet, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletakdi atas yang disebut dengan supernatan. Sentrifugasi pada tahap ini akan menyebabkan protein, dan RNA dengan berat molekul yang relatif besar mengalami presipitasi dan mengendap sebagai pelet. Sedangkan DNA plasmid yang berukuran lebih kecil, berada pada supernatan. Selanjutnya, supernatan dipindahkan pada tabung eppendorf yang baru. Supernatan yang didapatkan tidak berwarna (bening).
Supernatan yang didapat kemudian dimurnikan. Pemurnian bertujuan untuk membersihkan isolat dari kontaminasi bahan selain DNA. Pada tahap ini, kontaminan yang terdapat dalam larutan adalah protein dan komponen buffer yang digunakan dalam tahap sebelumnya seperti garam potasium asetat, SDS, dan EDTA. Purifikasi DNA plasmid pada percobaan menggunakan ekstraksi menggunakan campuran larutan fenol-kloroform-isoamil. Campuran pelarut organik ini dapat mendenaturasi protein dan melarutkan komponen lipid. Jumlah fenol-kloroform-isoamil yang ditambahkan pada percobaan adalah satu kali volume larutan yang akan dipurifikasi. Komponen DNA yang terdapat pada supernatan masih tercampur dengan garam-garam terlarut komponen buffer dan DNA dapat dipisahkan dari kontaminan terlarut melalui presipitasi DNA. Presipitasi DNA plasmid dalam supernatan dilakukan dengan menambahkan isopropanol. DNA dapat terpresipitasi setelah penambahan isopropanol disebabkan DNA tidak terlarut dalam isopropanol (Dolphin, 1998). Hasil presipitasi DNA plasmid dengan penambahan isopropanol pada umunya nampak sebagai pellet berwarna putih. Pellet DNA yang terbentuk setelah presipitasi dengan menggunakan isopropanol dapat dipurifikasi untuk meningkatkan kemurnian DNA yang didapat. Proses purifikasi DNA dilakukan dengan pencucian menggunakan ethanol 70%. Pencucian dengan ethanol 70% dapat menghilangkan residu-residu garam yang masih tersisa setelah presipitasi, sehingga DNA yang didapatkan lebih murni. Kemudian pellet diambil dan ditambahkan 30 µL ddH2O untuk menjaga kondisi DNA yang didapatkan agar tidak kering dan rusak.
Kegiatan yang kedua adalah isolasi DNA kromosom dari buah tomat. Proses isolasi DNA kromosom secara umum terdiri atas tiga tahap, yaitu: lisis sel untuk membebaskan isinya, ekstraksi sel untuk menghilangkan semua komponen kecuali DNA, dan pemekatan larutan DNA. Isolasi DNA kromosom dilakukan dengan cara meresuspensi pellet sel dengan 250 µl buffer TE (50 mM tris HCl pH 8 dan 50 mM EDTA). Tris-HCl berfungsi sebagai, untuk menjaga kondisi pH setelah pelisisan sel dapat dipertahankan pada kisaran 7,6-9 yang merupakan kisaran pH fisiologis internal sel, sehingga DNA tidak mengalami kerusakan. EDTA merupakan agen pengkelat yang dapat mengikat ion-ionlogam atau ion-ion bermuatan positif seperti Ca2+  dan Mg2+ sehingga komponen-komponen membran terluar sel akan terurai dengan terikatnya molekul tersebut. Selanjutnya, larutan tersebut dibekukan pada suhu -20oC selama 30 menit. Hal tersebut bertujuan untuk menurunkan kelarutan pellet dalam larutan sehingga memudahkan proses pemisahan pada tahap selanjutnya. Selanjutnya, dilakukan penambahan 250 µL lisozim 10mg/mL dan di bolak-balik agar enzim tercampur ke dalam sel beku dan dibiarkan mencair pada suhu kamar. Lisozim berfungsi untuk memecah dinding sel dan membran sel bakteri agar DNA  dapat diisolasi. Selanjutnya, susupensi diinkubasi pada penangas es selama 45 menit, yang bertujuan  untuk memecah-memecah dinding dan membran sel dengan optimal.
Suspensi kemudian ditambahkan larutan STEP (SDS 1%, Tris Cl, EDTA pH 8, proteinase K) sebanyak 50µL ke dalam suspensi dan dicampur rata dengan cara membolak-balik tabung eppendorf secara perlahan. Larutan SDS berfungsi sebagai larutan detergen yang merusak dinding dan membran sel. Sel yang telah lisis membuat organel-organel dalam sitoplasma sel keluar, sehingga tris HCl berfungsi sebagai larutan buffer yang menjaga pH sel mengalami pelisisan. Kondisi pH setelah pelisisan sel dapat dipertahankan pada kisaran 7,6-9 yang merupakan kisaran pH fisiologis internal sel agar DNA yang diinginkan tidak rusak. Penambahan proteinase K bertujuan untuk merusak protein yang ada pada suspensi. Campuran ini selanjutnya dipanaskan dalam waterbath pada suhu 50oC selama 1 jam sambil sesekali digoyang perlahan. Inkubasi dalam waterbath pada suhu tersebut dapat  dapat memaksimalkan proses lisis. Tahap selanjutnya, campuran kemudian ditambahkan 300µL  larutan fenol jenuh ke dalam campuran lalu dikocok sampai terbentuk emulsi. Penambahan fenol bertujuan merekristalisasi molekul DNA dan mengakibatkan terbentuknya endapan sehingga lisat DNA terbentuk. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit, dan terbentuk dua fase. Bagian bawah keruh dan bagian atas bening. DNA yang diinginkan berada pada lapisan atas.
Lapisan atas dipipet secara hati-hati dan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf yang steril. Selanjutnya ditambahkan larutan natrium asetat 0,3 M sebanyak 0,1 kali dari volume total hasil pemipetan DNA, lalu dicampur perlahan. Penambahan larutan natrium asetat bertujuan untuk memisahkan antara DNA dengan komponen selular lain seperti protein, dan debris sel. Penambahan natrium asetat dapat menurunkan pH dan menyebabkan DNA kromosomal dapat segera mengalami renaturasi. Kemudian ditambahkan etanol absolut dingin sebanyak 2 kali volume larutan kemudian tabung dibolak-balik untuk pencampuran. Setelah itu, campuran diinkubasi pada suhu -20oC selama 2 jam sampai semalam. Penambahan etanol absolut bertujuan untuk membantu mengkristalkan DNA dan membantu merenaturasi molekul DNA yang kemungkinan mengalami denaturasi setelah perlakuan penambahan larutan pelisis. Selain itu, pendinginan selama semalam bertujuan untuk mengurangi kelarutan DNA pada larutan sehingga dapat terisahkan dari larutannya. Campuran disentifugasi pada 12000 rpm selama 5 menit, kemudian supernatan dibuang dan pellet dicuci dengan 0,6 ml etanol 70%. Penambahan etanol bertujuan untuk proses purifikasi DNA. Pencucian dengan ethanol 70% dapat menghilangkan residu-residu garam yang masih tersisa setelah presipitasi, sehingga DNA yang didapatkan lebih murni. Campuran  kembali campuran pada 12000 rpm selama 5 menit, kemudian pellet diambil dan ditambahkan 30 µL ddH2O untuk menjaga kondisi DNA yang didapatkan agar tidak kering dan rusak.
DNA yang didapatkan belum menunjukkan informasi mengenai ukuran molekulnya, maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk menguji keberhasilan proses isolasi DNA plasmid. Analisis mengenai informasi ukuran DNA plasmid yang didapat dapat diperiksa melalui analisis elektroforesis. Elektroforesis merupakan metode pemisahan serta analisis makromolekul (DNA, RNA, protein) dan fragmennya, berdasarkan ukuran dan muatan. Partikel dan molekul bermuatan bermigrasi dalam medium yang bermuatan listrik. Pemisahan DNA dengan elektroforesis pada percobaan menggunakan medium agarosa. Medium agarosa dipilih sebab memiliki pori yang dapat digunakan untuk mobilisasi molekul saat proses pemisahan. Elektroforesis dalam gel seperti poliakrilamid memisahkan sebagian besar molekul bedasarkan ukuran molekulernya. Selain itu, gel agaosa dapat dapat melakukan pemisahan sampel DNA dengan ukuran hingga 20.000 psang basa (pb). Molekul DNA adalh bermuatan negatif. Sehingga ketika diberi arus listrik, molekul DNAbermobilisasi menuju kutub positif (anoda) meninggalkan daerah awalnya (sumur).
            Sampel yang akan dielektrolisis dicampur dengan buffer yang mengandung bromofenol biru (BPB) 0,25 (b/v) dan sukrosa 40 % (b/v). Penambahan larutan BPB bertujuan untuk pewarna DNA yang dianalsiis dalam elektroforesi, agar dapat dilihat visualisasi pemisahannya. Pencampuran BPB dengan dengan DNA menggunakan teknik pipetting secara hati-hati agar tercampur sempurna. Sampel kemudian diletakkan dalam sumur-sumur yang sudah tersedia dalam gel agarosa. kemudian dilakukan running elektroforesis dalam buffer TAE pada tegangan 75 volt selama 3 jam. Mobilisasi molekul DNA yang diberi tegangan, bergantung pada ukurannya. Molekul yang berukuran lebih kecil akan bermobilisasi lebih cepat dari pada molekul yang berukuran lebih besar. Adapun visualisasi hasil elektroforesis DNA pada percobaan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1. Elektroforesis DNA Plasmid
Gambar 4.2. Elektroforesis DNA kromosom
Visualisasi pemisahan DNA dengan elektroforesis menggunakan sinar UV. Pewarna yang digunakan pada sampel DNA akan menghasilkan warna terang apabila terpapar sinar UV. Berdasarkan hasil percobaan pemisahan DNA plasmid dengan elektroforesis pada kotak kelompok 9 pada gambar 4.1, terlihat samar dan membias. Hal itu disebabkan bahwa hasil isolasi DNA yang dilakukan belum cukup murni. Sementara itu pemisahan DNA kromosom dengan elektroforesis pada kotak kelompok 9 pada gambar 4.2 menunjukkan hasil yang lebih jelas, terlihat spot-spot yang memisah pada jarak tertentu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa isolasi DNA yang dilakukan sebelumnya cukup baik. Sehingga saat elektroforesis terlihat pemisahan molekul DNA berdasarkan ukurannya seperti spot-spot. Spot yang terletak pada bagian akhir merupakan molekul yang bermobilitas lebih cepat. Hal ini menandakan ukuran molekul DNA lebih tersebut lebih kecil. Sementara spot yang berada didekat spot awal permulaan  (sumur), bergerak lebih lambat yang menandakan bahwa ukuran molekulnya lebih besar.






BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa isolasi DNA plasmid yang telah dilakukan belum menunjukkan kemurnian yang cukup bagus setelah diuji melalui pemisahan metode elektroforesi. Hal tersebut dapat dilihat pada penampakan hasil spot yang pada proses elektrolisis. Sementara isolasi DNA kromosom yang dilakukan sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penampakan elektroforesisn DNA kromosom yang menunjukkan spot-spot yang terpisahkan dengan jelas.

5.2 Saran
            Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu sebaiknya untuk isolasi DNA plasmid dan kromoson selanjutnya dapat dilakukan dengan perlakuan waktu inkubasi selama 48 jam untuk mendapatkan hasil yang optimal.



Daftar Pustaka

Alberts, B., et all. 2008. Molecular Biology of the Cell.Ed.-5. New York: Garland Science.
Cain et al., 2002. Discover Biology 2nd Edition. USA: Barnes and Nobles.
Campbell, A., et all. 2008. Biologi Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Carson, Susan., & Robertson, Dominique. 2006. Manipulation and Expression of Recombinant DNA, 2nd Edition. USA: Elsevier Academic Press.
Faatih, M. 2009. Isolasi dan digesti DNA kromosom. Jurnal penelitian Sains dan Teknologi. 10 (1):61 – 67.
Fatchiyah, Estri, dkk. 2011. Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis. Jakarta: Erlangga.
Gaffar, Shabarni. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung: Jurusan Kimia, FMIPA UNPAD.
Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika, Edisi Kedua. Bogor:IPB Press.
Purves et al,. 2003. Life: The Science of Biology. USA: Barnes and Nobles.
Sambrook, J., dan Russel, D. W. 2001. Molecular Cloning, A Laboratory Manual 3rd Edition. New York Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi, untuk Pemula. alih bahasa James Veldman. Jakarta: EGC.
Suhartono, Putra. 1999. Biologi Molekuler Kedokteran, editor: Suhartono Taat Putra. Surabaya: Airlangga University Press.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Soal Kimia ON MIPA PT 2011-2019

PENENTUAN KADAR PROTEIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI DAN KJELDAHL

LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN MASSA JENIS GAS